Ularitu akan memakan siapa saja yang berada di sungai.Bahkan buaya-buaya yang hidup di sungai cisanggarung pun takut kepadanya, karena sang raja buaya dan keturunannya sudah dibunuhnya. Dialah raja sungai yang paling ditakuti hewan-hewan sungai dan manusia di sekitar bantaran sungai.
Cerita dongeng hewan atau fabel memang menarik dibacakan untuk buah hati, salah satu contohnya adalah kisah Si Kancil yang menolong Kerbau dari Buaya. Kalau penasaran dengan kisahnya, langsung saja simak artikel berikut!Kancil merupakan seekor hewan yang sering dijadikan tokoh utama dalam cerita dongeng anak-anak. Hewan ini biasanya digambarkan sebagai sosok cerdik yang memiliki akal luar biasa ketika berhadapan dengan hewan lain. Salah satu cerita menarik tentang Si Kancil yang mungkin belum pernah kamu dengar adalah kisahnya bersama Si Kerbau dan dongeng fabel ini menceritakan tentang Kerbau yang tengah digigit oleh Buaya. Untungnya, Kancil datang dan berusaha mencari solusi dari permasalahan kedua hewan apa yang akan dilakukannya agar bisa menyelamatkan hewan bertubuh besar itu, ya? Daripada penasaran, langsung saja baca cerita Si Kancil yang menolong Kerbau dari Buaya berikut ini, dan dapatkan juga sedikit ulasan menarik seputar unsur intrinsik sekaligus fakta menariknya. Alkisah di suatu hari yang cerah, Si Kancil yang ceria tengah asyik berjalan-jalan di pinggir hutan. Di tengah perjalanan, mendadak ia merasa haus. Ia pun melangkahkan kakinya ke sebuah sungai yang berada tak jauh darinya. Sesampainya di sana, Kancil langsung minum. Namun, ketika sedang minum, mendadak ia mendengar suara rintihan kesakitan. Ia langsung mencari dari mana suara tersebut berasal. Rupanya suara itu milik Pak Kerbau yang kakinya tengah digigit oleh Buaya. Kancil pun mendekat secara perlahan dan mencari tahu masalah apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka. “Selamat pagi, Pak Kerbau!” sapanya dengan penuh semangat. “Selamat pagi, Pak Buaya! Sedang bermain apa kalian? Bolehkah aku ikut serta?” lanjutnya bertanya berlagak bodoh. “Selamat pagi, Cil,” jawab Pak Buaya tanpa melepaskan gigitannya. “Selamat pagi juga, Cil,” Pak Kerbau menjawab dengan lemah. “Kami tidak sedang bermain-main. Ini Pak Buaya ingin memakanku. Padahal tadi aku baru saja menolongnya. Tapi sebagai balasan, ia justru menggigit kakiku. Kasihan sekali hidupku, Cil.” “Tunggu sebentar! Aku tidak paham maksudnya bagaimana,” ucap Si Kancil. “Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Siapa tahu nanti aku bisa membantu menyelesaikan masalah kalian!” Penjelasan Lengkap dari Pak Kerbau “Ketika tadi aku sedang minum di pinggir sungai, aku mendengar suara Pak Buaya tengah merintih kesakitan. Rupanya badannya tengah tertimpa sebatang pohon yang tumbang,” ucap Pak Kerbau memulai ceritanya. “Ia terjebak dan tak bisa melepaskan dirinya. Karena merasa kasihan, aku berusaha menolongnya dengan menggunakan tandukku. Aku mendorong kayunya sampai dia bisa terbebas.” Pak Kerbau kemudian terlihat sedih, “Namun, setelah terbebas, ia justru menggigit kakiku dan berniat memakanku!” Kancil hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali ketika mendengar cerita hewan malang tersebut. Meskipun begitu, sebenarnya ia tengah berpikir keras cara untuk membantu Pak Kerbau dari gigitan Buaya. “Jadi begitu ceritanya? Apakah itu benar, Pak Buaya?” tanya kancil. “Benar, Cil! Namun, itu bukan salahku juga. Aku sudah terjebak selama tiga hari di bawah pohon yang tumbang itu. Selama itu pula aku tidak bisa makan apa-apa dan sekarang sangat kelaparan,” jawab hewan pemangsa daging itu. “Bukankah kalau dia ingin membantuku, setidaknya harus dilakukan dengan totalitas dan tidak setengah-setengah? Mumpung aku sedang lapar, jadi sekalian saja dia aku makan!” Si Buaya berusaha membenarkan tindakan yang ia lakukan. “Benar juga yang kamu bilang, Pak Buaya,” ucap Kancil, “Kamu memang nggak salah kalau ingin memakan Pak Kerbau. Memang dalam tolong menolong itu harusnya dilakukan sampai tuntas.” Betapa terkejutnya Kerbau mendengar ucapan Si Kancil yang justru membela Buaya. Tubuhnya pun terasa semakin lemas. Padahal tadinya ia berharap Kancil bisa membelanya dan menunjukkan keadilan hingga akhirnya ia bisa terlepas dari gigitan Buaya. Di sisi lain, Buaya merasa sangat senang karena dibela Si Kancil. Kini, tak akan ada lagi hewan yang akan mencegahnya memakan Pak Kerbau. Baca juga Kisah dari Nusa Tenggara Barat, Kembang Ander Nyawe Beserta Ulasan Lengkapnya yang Menarik tuk Kamu Simak Siasat Kancil untuk Menyelamatkan Kerbau “Tapi,” ujar Kancil mendadak, “Aku sebenarnya masih belum yakin kalau sekadar melalui cerita. Agar lebih yakin kalau Pak Buaya yang benar, kita harus melakukan reka adegan!” “Maksudmu apa, Cil?” tanya Kerbau dan Buaya hampir bersamaan. “Begini, kita harus mengulang kejadian ketika Pak Kerbau menolong Pak Buaya. Sejak awal kejadian ketika Pak Buaya tertimpa pohon, hingga Pak Kerbau datang menolong,” ujar kancil menjelaskan. “Jadi, maksudmu aku harus melepaskan gigitanku dahulu lalu kembali ditimpa pohon? Wah, enak saja! Tidak mau!” protes Pak Buaya keberatan. “Nanti kalau dia melarikan diri, bagaimana?” “Jangan khawatir, Pak Buaya! Aku akan menjaga Pak Kerbau agar dia tidak melarikan diri. Lagi pula aku kan ada di pihakmu! Tenang saja! Dia tidak akan bisa kabur dengan kaki yang terluka itu!” ucap Kancil berusaha meyakinkan Buaya. “Begitu, ya, Cil?” ujar Pak Buaya setelah berpikir panjang. “Baiklah kalau begitu aku setuju. Tapi kamu harus benar-benar berjanji menjaganya agar tidak melarikan diri.” “Beres! Serahkan saja semuanya padaku, Pak Buaya! Lariku saja lebih kencang daripada Pak Kerbau!” jawabnya. “Kamu sendiri bagaimana, Pak Kerbau? Apakah kamu setuju berjanji untuk tidak melarikan diri?” Kerbau pun hanya bisa setuju dan mengangguk lemah. Ia sudah pasrah dengan nasib yang telah dan akan menimpanya. Namun, jauh di dalam hatinya ia tidak berhenti berdoa agar Yang Maha Kuasa selalu menunjukkan keadilan. Reka Ulang Adegan Si Buaya Maka, reka ulang adegan itu pun akhirnya dimulai. Buaya melepaskan gigitannya dan kembali ke tempatnya tertimpa pohon semula. Si Kerbau kemudian mendorong batang pohon yang tadi ia singkirkan hingga menindih tubuh Buaya seperti semula. “Nah! Karena sekarang pak buaya sudah tertindih pohon, aku mau bertanya pada Pak Kerbau. Apakah kamu masih mau menolong Pak Buaya? Padahal kamu sudah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya,” tanya Kancil. Saat itu, Pak Kerbau baru menyadari apa yang tengah dilakukan oleh Kancil. Rupanya, sedari tadi hewan cerdik itu sedang berusaha menolongnya agar terhindar dari gigitan Buaya. “Tentu saja tidak!” jawab Pak Kerbau dengan tegas. “Aku tidak mau menolong Pak Buaya! Aku tidak mau menjadi santapannya!” “Baiklah kalau begitu,” ucap Kancil, “lebih baik kita meninggalkan tempat ini sekarang, Pak Kerbau!” Si Buaya akhirnya baru tersadar kalau Si Kancil telah menipunya. Ia pun baru menyadari kesalahannya. Saat Kancil dan Kerbau berjalan menjauh, ia berusaha berteriak minta maaf dan minta tolong. Namun, tak peduli seberapa keras ia berteriak, mereka tak akan mau membantunya. Baca juga Cerita Abu Nawas Mencari Cincin dan Ulasannya, Kisah Menggelikan yang Mengandung Pesan Bijak Unsur Intrinsik Cerita Si Kancil, Kerbau, dan Buaya Sumber YouTube – Mr Unknown Setelah membaca cerita dongeng pendek tentang Si Kancil, Kerbau, dan Buaya di atas, kini kamu perlu mengetahui sedikit ulasan seputar unsur intrinsiknya. Berikut di antaranya 1. Tema Gagasan utama atau ide cerita dongeng Si Kancil, Kerbau, dan Buaya ini adalah pengkhianatan. Layaknya Buaya yang tidak tahu diri menggigit kaki Kerbau padahal sudah ditolong agar bisa lepas dari himpitan pohon yang tumbang. 2. Tokoh dan Perwatakan Ada tiga tokoh yang disebutkan dalam cerita dongeng di atas, yaitu Si Kancil, Si Kerbau, dan Si Buaya. Kancil memiliki sifat cerdik. Buktinya, ia bisa menemukan cara menyelamatkan Pak Kerbau tanpa diterkam oleh Si Buaya. Pak Kerbau adalah karakter yang baik hati dan suka menolong hewan lain di hutan. Bahkan ketika yang kesulitan adalah Buaya yang jelas-jelas bisa memangsanya sekalipun, ia tetap berusaha membantu. Ia juga hanya bisa berpasrah ketika merasa Si Kancil justru membela Pak Buaya. Si Buaya merupakan karakter antagonis yang tidak tahu diri dan tidak tahu terima kasih. Setelah mendapatkan bantuan dari Si Kerbau, bukannya berterima kasih kemudian pergi, ia justru langsung menggigit kaki hewan itu dan berniat melahapnya. Selain itu, ia juga tidak terlalu cerdas sehingga bisa dengan mudah dibohongi oleh Kancil. 3. Latar Latar yang disebutkan dalam cerita dongeng Si Kancil, Kerbau, dan Buaya ini adalah hutan. Secara spesifiknya adalah tak jauh dari sungai yang ada di pinggir hutan. 4. Alur Cerita dongeng Si Kancil dan Kerbau ini memiliki alur campuran atau disebut juga alur maju-mundur. Kisahnya dimulai ketika Si Kancil berjalan-jalan di pinggir hutan dan mendengar suara Kerbau yang kesakitan. Ia pun bertanya apa yang terjadi padanya. Alurnya mundur saat hewan itu bercerita tentang pertemuan pertamanya dengan Buaya yang tubuhnya tertimpa batang pohon. Kemudian ia membantu Buaya dengan mendorong batang pohon itu hingga terbebas. Namun, Buaya membayar pertolongan itu dengan gigitan di kakinya. Alur mundur juga digunakan ketika Buaya menceritakan pembelaannya mengapa ia menggigit kaki Pak Kerbau. Alurnya kembali maju saat Kancil yang meminta mereka untuk mereka ulang adegan tersebut. Siapa sangka ketika batang pohon itu kembali diletakkan di punggung Buaya, Kancil dan Kerbau langsung pergi meninggalkannya. 5. Pesan Moral Setelah membaca kisahnya, tentu kamu sudah bisa menebak nasihat dan pesan moral apa yang dapat diambil dari dongeng ini. Pesannya adalah ketika ada yang menolongmu, kamu harus berterima kasih dan membalas budi. Jangan sampai kebaikan orang lain justru kamu balas dengan kejahatan, sama seperti yang dilakukan oleh Buaya kepada Kerbau. Selain unsur intrinsiknya, kamu di dalam cerita fabel ini juga terdapat unsur ekstrinsik. Yakni hal-hal dari luar cerita yang dapat mempengaruhi jalannya cerita, seperti nilai moral, sosial, dan budaya. Baca juga Kisah Si Kancil dan Si Gajah beserta Ulasan Lengkapnya, Fabel Menarik yang Mengandung Pesan Bermakna Fakta Menarik tentang Cerita Si Kancil dan Kerbau Sumber Twitter – lescopaque Sudahkah kamu merasa puas membaca ringkasan cerita Si Kancil, Kerbau, dan Buaya sekaligus ulasan tentang unsur intrinsiknya? Kalau sudah, jangan lewatkan ulasan seputar fakta menariknya, ya! Berikut adalah ulasannya. 1. Ada Versi Lain Dongeng ini sebenarnya memiliki beberapa versi. Ada cerita tentang Kancil yang mengakali Kerbau milik Pak Tani dan berhasil mendapatkan timun secara gratis. Kemudian di kisah lain, hewan bertubuh besar itu digambarkan sebagai sosok pemalas yang tidak suka bekerja. Pada akhirnya, ia hanya bisa meminta makanan kepada Kancil. Oleh karenanya, terkadang pesan moral yang bisa kamu dapatkan dari cerita fabel Kancil dan Berbau berbeda tergantung pada versi cerita mana yang kamu baca. Namun, kamu tidak perlu khawatir. Kisah mana pun yang kamu baca, tentu mengandung amanat yang baik untuk disampaikan kepada buah hatimu. 2. Diangkat dalam Kisah Animasi Karena kisahnya yang menarik dan penuh dengan pesan moral, ada banyak tayangan animasi yang mengangkat cerita fabel Si Kancil dan Kerbau. Tayangan tersebut bisa kamu saksikan dengan mudah di YouTube. Beberapa di antaranya bahkan dikisahkan dalam bahasa Inggris, sehingga si kecil bisa sekalian belajar bahasa asing saat menontonnya. Salah satu video yang paling terkenal adalah animasi buatan rumah produksi dari Malaysia yang juga membuat kartun Upin dan Ipin, Les’ Copaque. Baca juga Dongeng Kancil dan Merak Sombong Beserta Ulasan Lengkapnya yang Cocok untuk Si Kecil Cerita Si Kancil dan Kerbau sebagai Dongeng Sebelum Tidur yang Penuh Pesan Moral Demikianlah artikel seputar cerita dongeng Si Kancil dan Kerbau yang penuh dengan pesan moral baik. Menarik, bukan? Cocok sekali kamu gunakan sebagai dongeng sebelum tidur pada adik, keponakan, atau buah hati tersayang. Kalau masih ingin membacakan dongeng yang penuh dengan pesan moral lainnya, langsung saja cek kanal Ruang Pena di Ada kisah tentang Monyet dan Buaya, Kelinci dan Kura-Kura, juga Merpati dan Semut. Selamat membaca! PenulisRizki AdindaRizki Adinda, adalah seorang penulis yang lebih banyak menulis kisah fiksi daripada non fiksi. Seorang lulusan Universitas Diponegoro yang banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, menonton film, ngebucin Draco Malfoy, atau mendengarkan Mamamoo. Sebelumnya, perempuan yang mengklaim dirinya sebagai seorang Slytherin garis keras ini pernah bekerja sebagai seorang guru Bahasa Inggris untuk anak berusia dua sampai tujuh tahun dan sangat mencintai dunia anak-anak hingga sekarang. EditorNurul ApriliantiMeski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu "nyemplung" di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.
CeritaKancil dan Buaya - Suatu hari ada seekor kancil sedang duduk bersantai di bawah pohon. Sayangnya Kancil harus menyeberangi sungai untuk mendapatkan makanan. Cerita Si Kancil dan Sang Buaya. Seperti bermain layang-layang bermain ular tangga berlarian ketika sedang hujan hingga. Pada saat itu ada banyak kenangan yang sulit terlupakan.
Betsi P. Urlialy, Desa Haruku adalah desa yang tenteram dan damai. Masyarakatnya hidup berdampingan dengan damai. Jika salah satu orang tertimpa musibah, anggota masyarakat yang lain langsung menolongnya. Desa Haruku juga memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Hasil hutannya sangat kaya. Begitu pula hasil lautnya. Mata pencarian masyarakat Desa Haruku ialah berkebun dan bertani. Biasanya mereka membuka lahan perkebunan di dalam hutan. Tanaman-tanaman yang mereka tanam berupa umbi-umbian, sayur-mayur, dan buah-buahan. Hasil dari berkebun mereka bawa ke Kota Ambon untuk dijual di sana. Hari itu Dominggus akan pergi ke kebun untuk memanen buah durian. Namun, beberapa hari sebelumnya, ayah dan pamannya sudah pergi untuk memanen durian. Mereka sempat mengajaknya, tetapi melihat istrinya yang sedang sakit, Dominggus mengurungkan niatnya. Pada pagi hari itu, setelah melihat keadaan istrinya mulai pulih, dia memberanikan diri untuk meminta izin kepada istrinya. “Istriku, saya mau pergi memanen durian di kebun. Mungkin setelah tiga hari barulah saya pulang. Jangan lupa minum obatmu,” kata Dominggus mengingatkan istrinya yang sedang sakit. “Baiklah. Berhati-hatilah! Semoga perjalananmu lancar. Saya akan mempersiapkan bekalmu. Tunggulah sebentar! Akan kuuntai ijuk menjadi cincin agar dapat kau hadiahkan kepada Buaya Learissa Kayeli,” kata Marice kepada suaminya. Ada rasa khawatir dan sedih dalam hatinya. Namun, dia harus melepaskan suaminya karena pada musim durian, masyarakat akan mendapat banyak keuntungan dari penjualan durian. Uang yang diperoleh dapat digunakan untuk biaya hidup sehari-hari. “Selamat pagi, Marice, bagaimana keadaanmu? Saya bawakan nasi kuning untuk sarapanmu.” Terdengar suara dari balik pintu. Mendengar suara itu, Dominggus keluar. “Oh, tante Konstanta. Mari, silakan masuk!” sambut Dominggus. Setelah mempersilakan Tante Konstanta masuk, mereka bertiga bercakap-cakap sebentar. Melihat Dominggus yang sedang bersiap-siap meninggalkan rumah, tante Konstanta menawarkan diri untuk menjaga Marice. “Kamu mau meninggalkan istrimu sendirian di rumah? Lebih baik dia tinggal bersama kami sampai kamu kembali. Toh rumah kami tidak terlalu jauh dari rumahmu. Kami khawatir terjadi apa-apa jika istrimu tinggal sendirian,” usul tante Konstanta. Dominggus berkata, “Tidak usah tante. Sepertinya Marice akan baik-baik saja di rumah.” “Janganlah kamu merasa sungkan. Kita ini kan bertetangga, sudah seperti saudara. Jika ada yang membutuhkan pertolongan, kita harus saling membantu. Pergilah bekerja dengan giat agar mendapatkan hasil yang banyak,” ucap tante Konstanta. Mendengar ucapan tante Konstanta, Dominggus merasa tenang meninggalkan istrinya. Setelah mereka makan nasi kuning yang dibawa oleh tante Konstanta, Dominggus berpamitan kepada istrinya dan tante Konstanta. Kebun Dominggus dan warga Desa Haruku berada di tengah hutan. Hutan tersebut berbeda daratan dengan Desa Haruku. Untuk dapat sampai di hutan tersebut, masyarakat Desa Haruku harus menyeberangi sebuah sungai yang bernama Learissa Kayeli. Di Sungai Learissa Kayeli, hidup seekor buaya betina. Oleh penduduk Haruku, buaya tersebut dijuluki Raja Learissa Kayeli. Buaya itu memiliki bentuk tubuh yang tidak sama dengan bentuk buaya pada umumnya. Kulitnya putih halus dan tidak bersisik. Buaya Learissa Kayeli juga tidak memiliki taring yang panjang sehingga kesan garang yang terdapat pada buaya-buaya pada umumnya tidak tergambarkan dari bentuk fisik Buaya Learissa Kayeli. Selain itu, buaya itu sangat akrab dengan masyarakat di Desa Haruku. Buaya itu sering menolong mereka menyeberangi sungai untuk pergi berkebun. Ketika Dominggus sampai di tepi sungai, air sedang pasang. Dia melihat Martinus sepupunya sedang berdiri menunggunya. “Maaf, sudah lamakah menunggu? Tadi saya makan dulu baru ke sini,” ucap Dominggus. “Tidak apa-apa. Saya juga baru sampai. Buaya Learissa Kayeli juga masih di seberang sungai. Nah, itu dia baru menuju kemari,” jawab Martinus sambil menunjuk ke arah sang buaya. “Ini, saya bawakan cincin untuk hadiah kepada sang buaya. Semoga dia menyukainya,” jawab Dominggus sambil menunjukkan sebuah cincin ijuk. Beberapa saat kemudian, sang buaya akhirnya sampai di tepi sungai. “Wahai buaya yang baik hati, sudikah engkau mengantarkan saya dan saudara saya ini menyeberangi sungai? Kami hendak memanen buah durian,” tanya Dominggus kepada Buaya Learissa Kayeli. Dengan raut wajah berseri-seri sang buaya menjawab, “Wahai Saudaraku, naiklah ke punggungku ini. Akan saya antarkan kalian berdua ke seberang sungai.” Mendengar perkataan sang buaya, tanpa ragu keduanya naik ke atas punggung Buaya Learissa Kayeli. Setelah sampai di seberang, Dominggus dan Martinus berterima kasih kepada Buaya Learissa Kayeli. “Terima kasih, wahai buaya yang baik hati. Jasamu ini akan selalu kami kenang. Ini cincin yang dibuatkan istriku untukmu. Semoga kamu menyukainya,” ucap Dominggus, sambil memasangkan cincin tersebut pada jari sang buaya. “Tak usah merasa sungkan, Saudaraku. Semoga hasil panenmu berlimpah ruah. Terima kasih atas pemberianmu ini.” Sambil menjawab perkataan Domiggus, Buaya Learissa Kayeli kembali berenang ke seberang sungai untuk mengantar penduduk lainnya yang hendak menyeberang. Dominggus dan Martinus kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke dalam hutan untuk memanen buah durian. Hari masih pagi, tetapi air laut di Tanjung Sial telah berubah warnanya menjadi merah. Air laut yang berubah warnanya itu adalah tanda bahwa sebuah pertempuran sengit baru saja terjadi. Sesosok mayat buaya terapung di atas air dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Dari atas ranting pohon di tepi laut terdengar suara yang menggelegar. Suara yang jika didengar oleh orang atau hewan yang bernyali kecil akan membuat mereka berlari tunggang-langgang karena ketakutan. Suara itu berasal dari seekor ular bertampang sangar. Badannya besar. Taringnya menjulur ke luar mulut. Otot-otot badannya terlihat jelas pada kulitnya. “Siapa lagi yang berani melawanku? Ini wilayahku! Siapa pun yang berani melewatinya akan kubinasakan. Jangankan satu, sepuluh pun akan kutantang. Akulah sang raja ular, penguasa Tanjung Sial!” teriak si ular menantang siapa saja yang mencoba melewati wilayah kekuasaannya. Mendengar teriakan si ular besar, para buaya dan burung-burung lari bersembunyi menyelamatkan diri. “Bagaimana ini, Ketua? Buaya yang berasal dari Pulau Buru sudah dikalahkan oleh si ular besar. Padahal, dialah satu-satunya harapan kita untuk mengalahkan ular besar yang sombong itu,” ucap salah satu buaya kepada ketua buaya. “Ternyata si ular besar benar-benar memiliki kesaktian yang luar biasa. Kita harus mencari cara untuk mengalahkannya agar kehidupan kita menjadi aman dan damai. Adakah yang dapat memberi masukan untuk memecahkan persoalan kita?” jawab sang ketua buaya. Ketua buaya merasa putus asa dengan keadaan yang menimpanya dan sahabat-sahabatnya sesama buaya. Mereka harus segera menyingkirkan si ular besar karena beberapa minggu kemudian musim barat akan segera tiba. Artinya, angin akan berembus kencang sehingga menimbulkan gelombang yang besar. Jika musim barat tiba, para buaya akan kesulitan mencari makanan di tengah laut. Wilayah yang memungkinkan para buaya Pulau Seram memperoleh ikan hanyalah tepi pantai, yang saat ini telah menjadi sarang si ular besar. Setelah terdiam beberapa saat, seekor burung Elang akhirnya bersuara. “Beberapa teman yang terbang melewati Pulau Haruku sering melihat seekor buaya betina yang selalu menolong masyarakat Desa Haruku. Buaya itu biasa dipanggil Raja Learissa Kayeli.” “Bagaimana mungkin seekor buaya dapat hidup berdampingan dengan manusia?” jawab seekor buaya yang ada di situ dengan nada tidak percaya. Burung pun menjawab, “Saya tak tahu mengapa buaya itu bisa hidup di sana. Namun, menurut cerita yang saya ketahui, buaya itu memiliki hati yang baik karena suka menolong masyarakat di sana.” “Tadi kamu mengatakan bahwa buaya itu adalah buaya betina. Apakah kamu dapat menjamin bahwa buaya betina itu tidak akan mati sia-sia di tangan si raja ular?” tanya sang ketua buaya. “Saya tidak dapat menjamin apakah buaya betina itu mampu mengalahkan sang raja ular. Sebaiknya dicoba dahulu, mengingat kesaktiannya mampu tinggal berdampingan dengan manusia,” jawab burung Elang meyakinkan pendapatnya. Mendengar jawaban itu, ketua buaya Pulau Seram akhirnya menyetujui usulan burung elang. “Baiklah Saudara-Saudara sekalian, saya sendiri yang akan pergi ke Haruku menjemput Buaya Raja Learissa Kayeli. Besok pagi saya akan melakukan perjalanan menuju Haruku. Doakan saya agar mampu membujuk Buaya Raja Learissa Kayeli untuk datang ke Pulau Seram dan membantu kita melawan si ular besar.” Mendengar jawaban ketua buaya, seluruh ruangan persembunyian menjadi bergemuruh dengan sorak-sorai seluruh penghuni Pulau Seram. Matahari hampir terbenam ketika mereka sampai di Pulau Seram. Kedatangan Buaya Learissa Kayeli disambut gembira oleh buaya-buaya di Pulau Seram. Ketika sampai, Buaya Learissa Kayeli langsung mengadakan pertemuan dengan buaya-buaya yang ada di Pulau Seram untuk membahas strategi perang melawan ular besar. Setelah beristirahat sejenak, Buaya Learissa Kayeli diantar oleh ketua buaya Pulau Seram dan satu temannya untuk menemui ular besar. Ketika itu air laut sedang pasang. Buaya Learissa Kayeli langsung menegur si ular besar yang sedang tidur di atas pohon. “Hai Ular Besar, turunlah engkau dari peraduanmu. Saya datang untuk menantangmu,” ucap Buaya Learissa Kayeli kepada si ular besar. Dengan wajah merah padam karena kesal tidur siangnya diganggu, si ular menjawab, “Ha, ha, ha. Kau sudah bosan hidup rupanya! Tak tahukah kau siapa yang kau tantang? Saya raja ular di muka bumi ini. Lawan maupun kawan kuhabisi!” “Janganlah kau bertinggi hati, lebih baik kau tinggalkan negeri ini! Tak sadarkah kau telah mengusik ketenteraman di sini?” kata Buaya Learissa Kayeli. “Ha, ha, ha. Para buaya itu hanyalah kumpulan hewan-hewan yang lemah dan bodoh. Tak pantas mereka menghuni daerah ini. Lebih baik saya mati daripada harus meninggalkan negeri ini!” jawab si ular besar. “Mari kita buktikan saja siapa yang akan menang dalam pertempuran hidup dan mati ini!” tantang sang Buaya Learissa Kayeli. Pertempuran sengit pun tak terkendali. Ular besar menyerang terlebih dahulu. Dia membungkukkan badannya lalu menyerang Buaya Learissa Kayeli. Namun, Buaya Learissa Kayeli dengan lincah memundurkan badannya sehingga gigitan ular tidak mengenainya. Ketika ular dalam keadaan lengah, Buaya Learissa Kayeli menggigit badan si ular. Namun, si ular mampu melilit badan Buaya Learissa Kayeli hingga Buaya Learissa Kayeli akhirnya melepaskan gigitannya itu. Bau anyir darah menyeruak di tepi laut. Ketua buaya Pulau Seram dan temannya dengan cemas menyaksikan pertempuran itu. Mereka berharap Buaya Learissa Kayeli mampu mengalahkan ular besar sehingga mereka dapat kembali hidup dengan aman dan bahagia. Tak henti-hentinya mereka memanjatkan doa kepada Sang Kuasa agar selalu melindungi Buaya Learissa Kayeli dalam pertempuran itu. Tak terasa pertarungan antara Buaya Learissa Kayeli dan ular besar telah berlangsung selama tiga hari. Keduanya tampak lelah. Bekas gigitan di badan Buaya Learissa Kayeli dan ular besar tak terhitung lagi. Namun, mereka masing-masing tetap bertekad untuk memenangkan pertempuran itu. “Hai buaya, lebih baik kau menyerah dan pulang ke kampungmu! Saya akan mengampunimu dan membiarkanmu hidup,” teriak si ular besar berusaha mengintimidasi Buaya Learissa Kayeli. “Aku takkan pergi sebelum menyaksikan kematianmu! Dasar ular keras kepala!” jawab Buaya Learissa Kayeli. Walaupun dia merasa kelelahan dan keram pada perutnya, sang buaya tetap fokus pada tujuannya. Pada hari keempat, keduanya merasa sangat lelah. Pertarungan untuk sementara waktu dihentikan. Meskipun demikian, keduanya masih tetap dalam keadaan siaga. Ketika Buaya Learissa Kayeli sedang mengumpulkan tenaga, tiba-tiba ular menyerang. Namun, Buaya Learissa Kayeli mundur dan mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa. Kemudian, dia mengangkat ekornya lalu memukul kepala ular dengan sekuat-kuatnya hingga seketika sang ular tak sadarkan diri. “Hai kalian berdua, inilah saatnya!” teriak Buaya Learissa Kayeli kepada ketua buaya Pulau Seram dan temannya yang menunggu di tepi pantai. “Baiklah! Menyingkirlah kau ke tepi pantai, biar kami yang menyelesaikannya!” jawab ketua buaya Pulau Seram. Seketika ketua buaya Pulau Seram dan temannya terjun ke dalam laut menuju tubuh si ular besar. Dengan sekuat tenaga mereka langsung mencabik-cabik tubuh si ular hingga tak berbentuk. Darah segar keluar dari tubuh ular besar hingga lautan pun seketika berubah menjadi merah. Melihat ular besar tak bernyawa lagi, ketua buaya Pulau Seram dan temannya langsung menuju ke pinggir pantai memeriksa keadaan Buaya Learissa Kayeli. Di pinggir pantai, sang buaya sedang merebahkan badannya. Sepertinya dia mengalami luka serius di tulang belakangnya. Ketua buaya Pulau Seram dan temannya langsung memapah Buaya Learissa Kayeli menuju tempat berkumpulnya para hewan untuk menyampaikan berita gembira. “Wahai Saudara-Saudaraku, hari ini kehidupan yang aman dan tenteram telah kembali lagi di negeri kita ini. Ular besar yang tinggi hati itu telah berhasil dikalahkan!” Dengan suara yang menggelegar, ketua buaya Pulau Seram mengumumkan kemenangan mereka. “Hore! Hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli!” teriak seluruh hewan yang ada di tempat persembunyian. “Hari ini kita semua dapat keluar dari tempat persembunyian ini dan kembali bernapas lega tanpa adanya rasa khawatir. Semua kebahagiaan ini tidak mungkin kita rasakan tanpa adanya takdir dari Yang Mahakuasa yang telah mempertemukan kita dengan Buaya Learissa Kayeli,” jawab ketua buaya Pulau Seram. “Horeeee! Hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli!” Ruang persembunyian kembali riuh dengan teriakan dari seluruh hewan yang mengelu-elukan keberhasilan Buaya Learissa Kayeli. Ketua buaya Pulau Seram kemudian mengajak semua hewan yang ada di dalam ruang persembunyian untuk keluar menuju pantai dan menikmati kebebasan yang selama ini mereka idam-idamkan Menyaksikan kebahagiaan yang dirasakan seluruh hewan di Pulau Seram, Buaya Learissa Kayeli seketika merasa kembali prima dan ingin segera kembali ke Desa Haruku. Sejak awal dia memang berencana untuk melahirkan anaknya di Desa haruku. “Wahai Saudaraku, nikmatilah kebahagiaan ini! Hiduplah dengan rukun dan damai. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungimu dan seluruh penghuni Pulau Seram,” bisik Buaya Learissa Kayeli kepada ketua buaya Pulau Seram. “Terima kasih yang terhingga kusampaikan kepadamu, wahai buaya yang baik hati. Tinggallah beberapa hari lagi di sini! Biar kami merawat tubuhmu dahulu, baru kemudian kau kembali ke Haruku,” pinta ketua buaya Pulau Seram. Namun, rasa sakit yang dideritanya membuat Buaya Learissa Kayeli lupa arah jalan menuju Desa Haruku. Dalam keadaan bingung, tiba-tiba ombak besar menghantamnya sehingga membuatnya terdampar di Desa Waii. Masyarakat yang melihat keberadaan buaya ramai-ramai mengepungnya dan berusaha membunuhnya. “Hai, lihat. Ada seekor buaya!” teriak salah seorang penduduk Desa Waii. “Mana? Wah, bentuk badannya aneh sekali. Jangan-jangan buaya itu akan membawa kesialan pada kampung kita. Ayo, kita bunuh saja!” teriak warga lainnya. “Tolong jangan bunuh saya! Saya tak bersalah apa-apa. Saya hanya tersesat dan ingin pulang ke kampung halaman saya di Haruku. Sekarang saya sedang mengandung dan akan melahirkan,” jawab Buaya Learissa Kayeli memohon belas kasihan masyarakat Desa Waii. “Jangan dengar kata-katanya! Ayo, kita bunuh! Hai buaya yang aneh perangainya, apa permintaan terakhirmu?” warga lainnya berteriak sambil mengangkat kayu. “Baiklah, jika itu keinginan kalian. Namun, janganlah kalian memukul tubuh saya. Tusuk saja pusarku ini dengan lidi. Jika anakku lahir, tolong biarkan dia hidup. Dia akan melanjutkan perjalananku kembali ke Desa Haruku,” kata Buaya Learissa Kayeli. Setelah mendengar permintaan terakhir Buaya Learissa Kayeli, masyarakat Desa Waii langsung mengambil lidi dan menusukkannya di pusar sang buaya. Setelah itu, Buaya Learissa Kayeli langsung melahirkan anaknya. Dengan napas terengah-engah karena kelelahan dan linangan air mata kebahagiaan, Buaya Learissa Kayeli sadar bahwa waktunya di dunia ini tak lama lagi. Lalu, dia berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku sayang, berbahagialah dalam hidupmu. Jadilah orang yang berbudi baik dan menyayangi sesama. Carilah jalan pulang menuju Desa Haruku. Di sanalah tempat tinggal kita.” PELA ANTARA NEGERI LATUHALAT
Sesampainyadi Laut Buru, Buaya Tembaga mendapatkan sambutan dari para penghuni lautan. Ia disambut dengan upacara dan doa. Mereka mendoakan agar sang penolong bisa mengusir ular itu. Lalu, Buaya Tembaga itu mulai mendekati ular besar. Ia berkeliling di pinggir laut dan mengintai pohon bintanggor. Ketika si ular sedang lengah, dengan sigap Buaya Tembaga melompat dan menggigitnya.
Tiap lepas salat fardu, mantra dibaca tujuh belas kali dengan tahan napas. Begitu usai, tiupkan napas ke kedua telapak tangan dan sapukan ke seluruh tubuh yang dimulai dari kepala. Selanjutnya, jika diperlukan, cukup baca tiga kali dengan tahan napas, lalu, tiupkan ke tempat di mana ular dan buaya bersarang", imbuh Mbah Iro.
Dongengsi Kancil dan Buaya Sungai - Setelah si kancil berhasil kabur dari bahaya yang mengancamnya pada kisah kancil dan harimau sebelumnya, kinisi kancil berlari Read More Posted on Februari 20, 2015 Juli 22, 2020 BUAYA
KodeAlam 2D Mimpi Bingkai Foto Jatuh di Togel + Arti Mimpi, 10 Rahasia Dibalik Mimpi Bingkai Foto Jatuh yang Jarang Diketahui, Takwil Mimpi
70Lxhkf. i4r5neynsl.pages.dev/390i4r5neynsl.pages.dev/404i4r5neynsl.pages.dev/367i4r5neynsl.pages.dev/207i4r5neynsl.pages.dev/133i4r5neynsl.pages.dev/452i4r5neynsl.pages.dev/364i4r5neynsl.pages.dev/41
cerita ular dan buaya